Budaya , Kesenian , Adat Istiadat, Pengertian budaya, Definisi budaya, Budaya jawa, Budaya lokal, Budaya sunda, Sosial budaya

Sabtu, 24 Mei 2014

Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Langkat Sumatera Utara

bendera sejarah kesultanan langkat
Bendera Kesultanan Langkat
foto : wikipedia
Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat merupakan salah satu kerajaan islam yang ada di sumatera utara. Kerajaan ini dulu memerintah di wilayah Kabupaten Langkat. Kesultanan Langkat menjadi makmur karena dibukanya perkebunan karet dan ditemukannya cadangan minyak di Pangkalan Brandan.

Sejarah Pendirian

Langkat sebelumnya merupakan bawahan Kesultanan Aceh sampai awal abad 19, wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang sampai ke daerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah sungai lainnya di antara kedua sungai ini yaitu Sungai Batang Serangan yang merupakan jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar negeri terutama ke Penang/Malaysia. Sungai Batang Serangan ketika bertemu dengan Sungai Wampu, namanya kemudian menjadi Sungai Langkat. Kedua sungai tersebut masing-masing bermuara di Kuala langkat dan Tapak Kuda.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Aceh Darussalam

Kesultanan Langkat merupakan monarki yang berusia paling tua di antara monarki-monarki Melayu di Sumatera Timur. Pada tahun 1568, di wilayah yang kini disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru dari Tanah Karo yang bernama Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal Kesultanan Langkat moderen.

Nama Langkat berasal dari nama sebuah pohon yang menyerupai pohon langsat. Pohon langkat memiliki buah yang lebih besar dari buah langsat namun lebih kecil dari buah duku. Rasanya pahit dan kelat. Pohon ini dahulu banyak dijumpai di tepian Sungai Langkat, yakni di hilir Sungai Batang Serangan yang mengaliri kota Tanjung Pura. Hanya saja, pohon itu kini sudah punah.

Pengganti Dewa Shahdan, Dewa Sakti, tewas dalam penyerangan yang kembali dilakukan oleh Kesultanan Aceh pada tahun 1612. Di masa kepemimpinan Raja Kejuruan Hitam (1750-1818), serangan terhadap Langkat berasal dari Kerajaan Belanda. Langkat sebelumnya merupakan bawahan Kesultanan Aceh sampai awal abad ke-19. Pada saat itu raja-raja Langkat meminta perlindungan Kesultanan Siak. Tahun 1850 Aceh mendekati Raja Langkat agar kembali ke bawah pengaruhnya, namun pada 1869 Langkat menandatangani perjanjian dengan Belanda, dan Raja Langkat diakui sebagai Sultan pada tahun 1877.

Berpedoman kepada tradisi dan kebiasaan masyarakat Melayu Langkat, maka dapatlah ditetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang merupakan cikal bakal Kerajaan Langkat kemudian hari. Setelah menelusuri beberapa sumber dan dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan kerajaannya bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari 1750. Melalui seminar yang berlangsung di Stabat, pada tanggal 20 Juli 1994 atas kerjasama Tim Pemkab Langkat dengan sejumlah pakar dari jurusan sejarah Fakultas Sastra USU, maka dapat menentukan Hari Jadi Kabupaten Langkat yaitu 17 Januari 1750.




Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan  Asahan Sumatera Utara

Masa Penjajahan Belanda

Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh :
  1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892
  2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927
  3. Sultan Mahmud 1927-1945/46

Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen struktur pemerintahan disebut LUHAK dan dibawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada didesa. Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala Distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya.

Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak yaitu : 

Luhak Langkat Hulu
Berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu :
  1. Kejuruan Selesai
  2. Kejuruan Bahorok
  3. Kejuruan Sei Bingai
  4. Distrik Kwala
  5. Distrik Salapian
Luhak Langkat Hilir
Berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T.Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu :
  1. Kejuruan Stabat
  2. Kejuruan Bingei
  3. Distrik Secanggang
  4. Distrik Padang Tualang
  5. Distrik Cempa
  6. Distrik Pantai Cermin
Luhak Teluk Haru 
Berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.
  1. Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.
  2. Distrik Pulau Kampai
  3. Distrik Sei Lepan
Awal 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih ke Pemerintahan jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco Kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945.
Di masa pemerintahan Sultan Musa al-Khalid al-Mahadiah Muazzam Shah, seorang administrator Belanda bernama Aeilko Zijlker Yohanes Groninger dari Deli Maatschappij menemukan konsesi minyak bumi di Telaga Said, Pangkalan Brandan. Konsesi pertama eksploitasi minyak bumi diberikan oleh Sultan pada tahun 1883. Dua tahun kemudian, dilakukan pemroduksian pertama minyak bumi dari perut bumi. Pada tahun 1892 kilang minyak Royal Dutch yang menjalankan usaha eksplotasi mulai melakukan produksi massal.
Berkat ditemukannya ladang minyak tersebut, pihak Kesultanan Langkat menjadi kaya raya akibat pemberian royaliti hasil produksi minyak dalam jumlah besar. Secara umum bila di bandingkan dengan kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Timursaat itu, Langkat jauh lebih makmur melebihi harapan. Bersama Kesultanan Siak, Kesultanan Kutai Kartanegara, dan Kesultanan Bulungan, Langkat menjadi salah satu negeri terkaya di Hindia Belanda saat itu. Salah satu sisa kejayaan Langkat yang dapat disaksikan sekarang adalah Masjid Azizi di Tanjung Pura.

Pada tahun 1907 Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah menandatangani kontrak politik dengan Belanda yang diwakili oleh Jacob Ballot selaku Residen van Sumatra Oostkust. Dalam perjanjian ini batas wilayah Kesultanan Langkat ditetapkan. Daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah kekuasaan Sultan terdiri dari Pulau Kumpei, Pulau Sambilan, Tapa Kuda, Pulau Masjid dan pulau-pulau kecil di dekatnya, Kejuruan Stabat, Kejuruan Bingei (Binjai), Kejuruan Selesei, Kejuruan Bahorok, daerah dari Datu Lepan, dan daerah dari Datu Besitang.

Wilayah Langkat secara administratif dibagi menjadi tiga bagian :
  1. Langkat Hulu
  2. Langkat Hilir
  3. Teluk Haru
Terjadi perhelatan besar pada bulan November 1926, dimana Sultan Ahmad Sulaimanuddin dari Kesultanan Bulungan diKalimantan Utara meminang putri Sultan Abdul Aziz yaitu Putri Lailan Syafinah. Oleh rakyat Langkat, Sultan Bulungan dikenal dengan nama Sultan Maulana Ahmad. Jarak antara Bulungan dan Langkat jika ditarik garis lurus mencapai sekitar 2.200 kilometer. Arsip Belanda juga mencatat sejumlah foto pernikahan keduanya di Tanjung Pura, yang juga dirayakan dengan tarian Suku Karo.

Masa Pendudukan Jepang

Di masa Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah, tepatnya saat tentara Kekaisaran Jepang masuk dan membuat Belanda mundur, sejumlah catatan menunjukkan penderitaan rakyat Langkat saat itu. Rakyat diperas dan diperbudak untuk mengerjakan proyek-proyek Jepang. Disini tak ditemukan bagaimana relasi, kontestasi, dan peta politik Langkat dengan kerajaan-kerajaan tetangga.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan

sejarah kesultanan langkat sumatera utara
Lambang Kesultanan Langkat
foto : wikipedia
Tengku Amir Hamzah,sastrawan Indonesia angkatanPujangga Baru dan Pahlawan Nasional Indonesia.
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Soekarno dan Hatta, kabar mengenai proklamasi bahkan belum sampai ke Kesultanan Langkat. Tapi tak lama kemudian, suasana mulai memanas. Laskar-laskar terbentuk. Dan pada 5 Oktober 1945, Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah kemudian menyatakan bergabungnya kesultanan dengan negara Republik Indonesia. Pada tanggal29 Oktober, Tengku Amir Hamzah diangkat menjadi Asisten Residen (Bupati) Langkat dan berkedudukan di Binjai oleh Gubernur Sumatera,Teuku Muhammad Hasan.

Kesultanan Langkat runtuh bersamaan dengan meletusnya Revolusi Sosial yang didukung pihak komunis pada tahun 1946. Pada saat itu banyak keluarga Kesultanan Langkat yang terbunuh, termasuk Tengku Amir Hamzah, penyair Angkatan Pujangga Baru dan pangeran Kesultanan Langkat.

Puluhan orang yang berhubungan dengan swapraja ditahan dan dipenjarakan oleh laskar-laskar yang tergabung dalam Volksfront. Di Binjai, Tengku Kamil dan Pangeran Stabat ditangkap bersama beberapa orang pengawalnya. Istri-istri mereka juga ditangkap dan ditawan ditempat berpisah. Berita yang paling ironis adalah pemerkosaan dua orang putri Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah pada malam jatuhnya Istana Darul Aman, 9 Maret 1946.

Setelah menangkap Tengku Amir Hamzah, Peradilan Rimba, demikian istilah bagi laskar-laskar itu, menjatuhkan hukuman pancung bagi Amir Hamzah. Jasadnya kemudian ditumpuk dengan jenazah ke 26 Tengku lainnya. Keesokan harinya jasad Amir Hamzah dikebumikan di Masjid Azizi, Tanjung Pura. Istana Darul Aman memang diserbu dan dibakar, akan tetapi Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah tak turut dibunuh. Ia ditangkap dan diasingkan ke Batang Serangan hingga kemudian Belanda membebaskannya pada bulan Juli 1947.

Setelah Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah wafat pada tahun 1948, para Sultan Langkat praktis kehilangan kekuasaan politiknya dan hanya bertahta sebagai Pemangku Adat dan Kepala Keluarga Kerajaan.

Daftar Sultan Penguasa Kesultanan Langkat

Berikut adalah raja-raja Kesultanan Langkat:
  1. 1568-1580 : Panglima Dewa Shahdan
  2. 1580-1612 : Panglima Dewa Sakti, anak raja sebelumnya
  3. 1612-1673 : Raja Kahar bin Panglima Dewa Sakdi, anak raja sebelumnya
  4. 1673-1750 : Bendahara Raja Badiuzzaman bin Raja Kahar, anak raja sebelumnya
  5. 1750-1818 : Raja Kejuruan Hitam (Tuah Hitam) bin Bendahara Raja Badiuzzaman, anak raja sebelumnya
  6. 1818-1840 : Raja Ahmad bin Raja Indra Bungsu, keponakan raja sebelumnya
  7. 1840-1893 : Tuanku Sultan Haji Musa al-Khalid al-Mahadiah Muazzam Shah (Tengku Ngah) bin Raja Ahmad, anak raja sebelumnya
  8. 1893-1927 : Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah bin Sultan Haji Musa, anak raja sebelumnya
  9. 1927-1948 : Tuanku Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah bin Sultan Abdul Aziz, anak raja sebelumnya
  10. 1948-1990 : Tengku Atha'ar bin Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah, anak raja sebelumnya, sebagai pemimpin keluarga kerajaan
  11. 1990-1999 : Tengku Mustafa Kamal Pasha bin Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah, saudara raja sebelumnya
  12. 1999-2001 : Tengku Dr Herman Shah bin Tengku Kamil, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah
  13. 2001-2003 : Tuanku Sultan Iskandar Hilali Abdul Jalil Rahmad Shah al-Haj bin Tengku Murad Aziz, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah, gelar Sultan dipakai kembali
  14. 2003 : Tuanku Sultan Azwar Abdul Jalil Rahmad Shah al-Haj bin Tengku Maimun, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah

Peristiwa-peristiwa Penting Kesultanan Langkat

Sultan ke
Tahun
Nama
1
Ca 1670 – 1670
Panglima Deva Shahdan, Datuk Langkat jajahan Deli.Memisahkan diri dari Deli Tua; mendirikan Langkat tetapi kemudian dikuasai Aceh dan menjadi taklukan Aceh hingga 1818 (saat Siak menyerang)
2
1670 – 17xx
Bertahta Raja Kahar ibni al-Marhum Panglima Deva Shahdan, Raja Langkat
3
17xx – 17xx
Bertahta Sutan Bendahara Raja Badi uz-Zaman ibni al-Marhum Raja Kahar, Raja Langkat
4
17xx – 1818
Bertahta Raja Hitam ibni al-Marhum Sutan Bendahara Raja Badi uz-Zaman [Kejeruan Tua], Raja Langkat
1818
Langkat diserang Siak, Raja Hitam lari ke Deli dan terbunuh. Siak menjadikan Langkat sebagai taklukan dan mengangkat Raja baru yaitu anak dari Raja Indra Bongsu (adik Raja Hitam) bernama Raja Ahmad
5
1818 – 1840
Bertahta Raja Ahmad ibni al-Marhum Raja Indra Bongsu, Raja Langkat
6
1840 – 1893
Bertahta Raja Musa ibni al-Marhum Raja Ahmad, Raja Langkat
1854,
Aceh kembali menyerang Langkat dan menjadikan Langkat taklukannya (lepas dari Siak) dan tetap menganggap Raja Musa sebagai Raja Langkat dengan gelar: Pangeran Indra di-Raja Amir, Pahlawan Sultan Aceh
1869
Aceh melemah, Hindia Belanda masuk dan memerdekakan Langkat dari Aceh maupun Siak.
Gelaran RAJA diganti SULTAN. Raja Musa secara resmi mengganti nama menjadi : Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Haji Musa al-Khalid al-Mahadiah Mu’azzam Shah ibni al-Marhum Sultan Ahmad, Sultan Langkat
7
1893 – 1927
Bertahta H.H. Sri Paduka Tuanku Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah ibni al-Marhum Sultan Haji Musa al-Khalid al-Mu’azzam Shah, Sultan Langkat
Zaman keemasan Langkat dengan kontrak minyak dan perkebunan tembakau dgn Hindia Belanda. Sultan ini yang membangun Istana Darul Aman, Masjid Azizi dan menjalin pernikahan dengan anak Sultan Kedah dan Selangor.
8
1927 – 1948
Bertahta H.H. Sri Paduka Tuanku Sultan Mahmud ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah ibni al-Marhum Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz, Sultan Langkat
1946
Revolusi Sosialoleh PKI, Istana Darul Aman dibakar dan banyak bangsawan Melayu Sumatra Timur (Langkat,Deli,Serdang,Asahan & Labuhan Batu ) yang dibunuh; termasuk Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah dan Raja Muda Langkat (putra sulung Sultan)Tengku Musa bin Sultan Mahmud
Sultan tetap diangkat sebagai Kepala Kerabat Istana Langkat (Head of Langkat Royal House) dan berfungsi sebagai pengayom budaya saja
9
1948 – 1990
Diangkat Tengku Atha’ar ibni al-Marhum Sultan Mahmud ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah, Head of the Royal House of Langkat (putra kedua Sultan ke 8)
10
1990 – 1999
Diangkat Tengku Mustafa Kamal Pasha ibni al-Marhum Sultan Mahmud ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah, Head of the Royal House of Langkat (putra keempat Sultan ke 8)
Sultan dinobatkan tetapi bukan dari anak Sultan 10 tetapi justru kembali ke galur cucu dari Sultan ke 7; Dari permaisuri ke 3: Tengku Fatimah Sham binti Tengku Puteh (kerabat Kesultanan Serdang)
11
1999 – 2001
Diangkat Tengku Dr Herman Shah bin Tengku Kamil, Head of the Royal House of Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke2 Sultan)
2001
Gelar utuh kembali dipakai
12
2001 – 2003
Dinobatkan Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Iskandar Hilali ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah al-Haj ibnu al-Marhum Tengku Murad Aziz, Sultan Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke7 Sultan)
13
2003
Dinobatkan Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Azwar ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah al-Haj ibni al-Marhum Tengku Maimun, Sultan Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke10 Sultan)

Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Langkat
http://humancareindonesia.wordpress.com/2011/05/22/sejarah-langkat/
http://latifah.msani.net/?p=407

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Langkat Sumatera Utara

0 komentar:

Posting Komentar