Budaya , Kesenian , Adat Istiadat, Pengertian budaya, Definisi budaya, Budaya jawa, Budaya lokal, Budaya sunda, Sosial budaya

Kamis, 01 November 2012

Ibnu Khallikan

                                            Oleh: Almira Fidela Artha
Sumbangan Islam Terhadap Perkembangan IPTEK
             Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan kata lain peradaban Islam bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan dan mensejahterakan hidup di dunia dan di akhirat.     

            Sejarah mencatat bahwa peradaban Islam telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang keilmuan khususnya bagi dunia Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia. Kontribusi besar tersebut antara lain :
1.Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum Muslim dalam bidang filsafat, sains, dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, khususnya dari Spanyol. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia Barat.
2.Kaum muslimin telah memberi sumbangan eksperimental mengenai metode dan teori sains ke dunia Barat.
3.Sistem notasi dan desimal Arab dalam waktu yang sama telah dikenalkan ke dunia barat.
4.Karya-karya dalam bentuk terjemahan, kususnya karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang kedokteran, digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahan abad ke-17 M.
5.Para ilmuwan muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang kebangkitan Eropa, memperkaya dengan kebudayaan Romawi kuno serta literatur klasik yang pada gilirannya melahirkan Renaisance.
6.Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk ratusan madrasah adalah pendahulu universitas yang ada di Eropa.
7.Para ilmuwan muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Romawi-Persi (Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan.
8.Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia Barat.
9.Para ilmuwan Muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi, dan makanan kepada Eropa. Pada kondisi-kondisi tersebut, terutama pada abad ke-11 dan ke-12, walaupun tradisi Islam yang diboyong ke Barat masih belum terjadi pemisahan yang jelas antara ilmu-ilmu yang ada dan ketika itu ilmu kalam, filsafat, tasawuf, ilmu alam, matematika, dan ilmu kedokteran masih bercampur. Akan tetapi Islam telah mampu mendamaikan akal dengan iman dan filsafat dengan agama. Sedangkan  bangsa Barat pada masa itu masih terdapat stereotipe yang memisahkan antara akal dan iman serta filsafat dan agama. Hal ini juga terjadi pada ilmu pengetahuan dan ilmu alam, yang mana Islam telah berjasa menyatukan akal dengan alam, menetapkan kemandirian akal, menetapkan keberadaan hukum alam yang pasti, dan keserasian Tuhan dengan alam.
          Akhirnya filsafat skolastik Barat mencapai puncaknya yang telah didukung oleh adanya pilar Islam dengan dibangunnya akademi-akademi di Eropa yang diadopsi dari gaya akademi di kawasan Timur. Hal ini merupakan evolusi dari illuminisme biara ke kegiatan pemikiran yang dialihkan kesekolahan dan akademi. Dan kurikulum yang diajarkan adalah filsafat lama, dan ilmu-ilmu Islam terutama Averoisme Paris. Pada saat yang sama terjadi perubahan kecenderungan pemikiran dari kesenian dan kasusatraan ke gramatika dan logika, dari retorika ke filsafat dan pemikiran, dan dari paganisme kesusastraan Latin ke penyucian Tuhan sebagai pemikiran Islam.
          Demikianlah sumbangan besar Islam atas peradaban dunia Barat, yang selanjutnya jusru dijadikan sebagai pusat peradaban dunia pada saat ini. Hal ini dikarenakan kekonsistensian dunia Barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bahkan karya-karya besar para ilmuwan Muslim tersebut hingga kini masih dapat kita teukan di perpustakaan-perpustakaan internasional, khususnya di Amerika, yang secara profesional dan rapi telah menyimpannya. Sehingga para umat Muslim di masa kini, yang ingin mempelajari lebih banyak tentang khasanah Islam tersebut, harus pergi ke negara Barat agar dapat meminta kembali “permata” yang sementara ini telah mereka pinjam.

Riwayat Ahmad Ibn Khallikan
            Ahmad ibn Khallikan adalah sarjana Muslim Kurdi pada abad ke-13. Dia lahir di Irbil tanggal 22 September 1211 -Damaskus, Suriah dan meninggal 30 Oktober 1282. Ahmad ibn Khallikan merupakan seorang sejarawan Arab muslim yang berasal dari keluarga terhormat, keturunan Barmak (*Baramikah).
Ibnu Khallikan merupakan seorang intelektual yang mempunyai pikiran tajam, peneliti yang cerdas, adil dalam segala masalah hukum, dan bersifat sosial. Dia juga menyenangi puisi, khususnya “Diwan” karya Mutanabbi. Oleh sebab itu, dia banyak berteman dengan budayawan dan sastrawan Mesir.
                 Ketika Ibnu Khallikan belajar di Aleppo, 626 H/1229 M, ia dibimbing oleh Ibnu Syaddad dan Ibnu Ya’isy. Selanjutnya ia meneruskan studinya di Damascus di bawah bimbingan Ibnu as-Salah. Ibnu Khallikan pergi ke Mesir pada tahun 635 atau 636 H. Kemudian tahun 646 H/1249 M ia diangkat menjadi wakil ketua pengadilan Mesir. Pada waktu itu ketua pengadilan dijabat oleh Badruddin Yusuf bin Hasan atau Qadi Sinjar. Kariernya dalam bidang hukum berlanjut di Damascus. Di sini ia diangkat menjadi ketua pengadilan (Qadi al-Qudat) oleh Sultan Baybars (*Dinasti Mamluk) pada tahun 695 H/1261 M. Dalam kedudukannya sebagai ketua pengadilan, ia juga membawahi seluruh pengadilan yang berada di wilayah Suriah.
               Setelah kurang lebih sepuluh tahun Ibnu Khallikan menjalankan tugasnya di Damascus, lalu ia melepaskan semua jabatannya dan kembali pulang ke Cairo. Di Cairo i menjaadi seorang guru di Madrasah al-Fakhriyah. Tetapi kemudian Ibnu Khallikan kembali ditunjuk menjadi ketua pengadilan di Suriah. Penunjukan ini terjadi setelah Bybars meninggal dunia pada tahun 676 H/1277 M.
             Ketika gubernur Damascus, Sunqur al-Asyqar, mengadakan pemberontaka terhadap Sultan Nasir Muhammad bin Qalawun (sultan Dinasti Mamluk) yang sedang naik takhta, Ibnu Khallikan ditahan krena dituduh mengeluarkan fatwa yang membenarkan pemberontakan Sunqur. Pemberontkan itu akhirnya dapat dipatahkan oleh pihak Qalawun. Kemudian pada bulan Safar 679/1280 M tentara Qalawun memasuki Dmascus. Akhirnya atas perinth langsung dari Sultan, Ibnu Khallikan dibebaskan.

Sumbangan Ibn Khalikan Terhadap Dunia Intelektual

                  Khallikan sangat menggemari kajian-kajian sejarah. Karyanya yang paling terkenal adalah Wafayat al-Ayan (Berita Kematian Laki-laki Ulung) atau lebih dikenal sebagai Kamus Biografis.. Buku ini dibuat dengan cara mengumpulkn bahan dari berbagai sumber dan disusun berdasarkan urutan abjad. Isinya membicarakan kehidupan tokoh-tokoh yang karena alasan-alasan tertentu, memiliki popularitas.
              Buku ini dimaksudkan sebagai ikhtisar sejarah dan merupakan sumber informasi, khususnya tentang peristiwa-peristiwa pada masanya atau yang hampir semasa dengannya. Oleh karena banyak karya-karya sebelumnya yang tidak sampai ke tangan kita, maka Wafayat al-A’yan wa Anba az-Zaman merupkan salah satu sumber terpenting dalam bidang biografi dan sejarah sastra.
             Ibnu Khallikan mulai menyusun buku ini pada tahun 654 H/1256 M di Cairo. Tetapi ketika sampai pada artikel Yahya bin Khalid bin Barmak penulisannya sempat terhenti karena pindah ke Damascus (659 H/1260 M). Akhirnya pada tanggal 12 Januari 1274 ia dapat menyelesaikan dan merevisi buku tersebut.
Semasa hidupnya Ibnu Khallikan berusaha meningkatkan kualitas buku ini. Hal itu terlihat dari autobiografinya yang penuh dengan perbaikan dan catatan-catatan pinggir. Salah satu naskahnya terdapat di Museum Britania dan sudah diterbitkan kembali pada tahun 1275 H/1299 H (Bulaq), tahun 1310 H (Cairo), tahun 1284 H (Teheran), 1280 H (Istanbul dalam bahasa Turki), tahun 1843 – 1871 M (Paris dan London, diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh M.C. de Slane dalam 4 jilid).
               Menurut Encyclopedia Britannica, ibn Khallikan memilih bahan faktual untuk biografinya dengan sangat baik dari sisi pengetahuan akademis dan buku ini juga menyebutkan ia adalah seorang yang menyumbangkan sumber berharga untuk karya kontemporer dan berisi petikan dari biografi yang lebih awal yang sudah tidak lagi ada.

Almira Fidela Artha, mahasiswi  prodi Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Ibnu Khallikan

0 komentar:

Posting Komentar