Budaya , Kesenian , Adat Istiadat, Pengertian budaya, Definisi budaya, Budaya jawa, Budaya lokal, Budaya sunda, Sosial budaya

Rabu, 24 Oktober 2012

Abu Abdullah Al-Battani, Astronom Penemu Hitungan Hari Dalam setahun

 Oleh: Wuri Kurnia U

Abu Abdullah al-Battani    
           Kemajuan pearadaban Islam beserta perkembangan pesat ilmu pengetahuan yang melekat padanya, khususnya dalam bidang astronomi telah diakui oleh dunia setelah peradaban Yunani. Selama kurang lebih 14 abad, Islam memimpin peradaban dunia dan memecah rekor sebagai pearadaban yang paling lama memiliki kejayaan. Khilafah Islam dengan sistem pemerintahannya telah terbukti menjadi negara terdepan pada masa kejayaannya. Tidak hanya bermanfaat bagi Islam sendiri tetapi juga mampu menerangi kehidupan bangsa lain yang masih gelap dengan ilmu pengetahuan, khususnya Benua Eropa.
      Islam telah melahirkan banyak sekali pakar-pakar dalam berbagai ilmu pengetahuan khususnya dalam hal astronomi. Sebut saja salah satunya adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Jabir Ibn Sin’an al-Battanial-Harrani, yang lebih dikenal dengan sebutan al-Battani. Al-Battani merupakan salah satu astronom terhebat dalam sejarah pearadaban Islam. Hal ini terbukti dari karya-karya yang dihasilkannya, yang menjadi landasan ilmu astronomi masa kini. Penemuan al-Battani sangat dekat keakuratannya, sebagaimana beliau membagi kalender matahari menjadi 365 hari 5 jam 46 menit 24 detik. Penemuan inilah yang paling berkesan bagi masyarakat khususnya para ilmuwan dan astronom dunia hingga saat ini.
      Salah satu hasil karyanya yang terbukukan adalah kitab yang berjudul  Zij ash-Shabi’ atau Zij al-Battani. Kitab Zij inilah yang pertama kali membahas tentang azimuth, titik nadhir, titik terdekat dan terjauh matahari dari bumi, ilmu trigonometri bola dan masih banyak lagi khususnya yang berkaitan dengan ilmu astronomi.
 
BIOGRAFI ABU ABDULLAH AL-BATTANI
     Al-Battani adalah nama seorang ilmuwan yang disebut-sebut berjasa menemukan hitungan jumlah hari dalam setahun. Nama lengkap Al-Battani adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Jabir ibn Sinan Al-Battani. Orang Eropa menjuluki Al-Battani dengan sebutan Albategnius. Al-Battani lahir di Harran sekitar tahun 858M, nama daerah yang oleh orang-orang Roma disebut juga Carrhae yang sekarang masuk wilayah Turki. Harran berada di atas sungai Balikh, 38 km di sebelah tenggara Urfa. Ia dikenal sebagai ahli astronomi dan matematika terbesar di dunia pada abad pertengahan.
      Al-Battani awalnya hidup di kalangan komunitas Sekte Sabian, suatu sekte pemuja bintang yang religious dari Harran. Orang-orang Sabian mempunyai motivasi yang kuat untuk mempelajari ilmu perbintangan. Mereka banyak menghasilkan para ahli matematika dan ahli falak terkemuka seperti Thabit bin Qurra. Namun al-Battani bukan seorang Sabian, dari nama yang melekat pada dirinya menunjukkan bahwa ia seorang muslim.
     Ditilik dari latar belakang keluarganya, al-Battani memiliki keturunan darah ilmuwan. Ayahandanya yang bernama Jabir ibn Sin’an juga seorang pakar sains terkenal. Sang ayah telah mengarahkan al-Battani untuk menekuni dunia pengetahuan sejak kecil. Menginjak remaja ia berhijrah ke Raqqa yang terletak di pinggir Euprates, untuk menekuni bidang sains. Beberapa saat kemudian, ia meninggalkan Harran menuju Raqqa yang terletak di tepi Sungai Eufrat, di sana ia melanjutkan pendidikannya. Di kota inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia menemukan berbagai penemuan cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa menjadi terkenal dan mencapai kemakmuran.
Ini disebabkan karena khalifah Harun al-Rasyid, khalifah kelima dalam dinasti Abbasiyah, pada 14 September 786 membangun sejumlah istana di kota tersebut. Ini merupakan penghargaan atas sejumlah penemuan yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan al-Battani. Usai pembangunan sejumlah istana di Raqqa, kota ini menjadi pusat kegiatan baik ilmu pengetahuan maupun perniagaan yang ramai.

KARYA ABU ABDULLAH AL-BATTANI
     Pemikirannya dalam bidang astronomi yang mendapat pengakuan dunia adalah penghitungan waktu bumi dalam mengelilingi pusat tata surya. Kerja kerasnya selama 42 tahun tersebut mendekati perhitungan terakhir yang dianggap lebih akurat.
    Abu Abdullah al-Battani (Al-Battani) berhasil menghitung jumlah hari dalam setahun (dalam tahun masehi) berdasarkan penghitungan waktu yang digunakan bumi untuk mengelilingi matahari, yakni 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Jadi, penentuan jumlah hari dalam setahun bukanlah asal-asalan saja, melainkan berdasarkan perhitungan yang cermat dan matang. Kita tidak bisa sembarangan menentukannya, karena sistem kalenderium itu juga berguna untuk meramal atau menentukan musim.
     Perubahan musim ditentukan oleh posisi matahari terhadap bumi. Pada bulan mei misalnya, matahari berada di utara khatulistiwa. Angin bergerak dari selatan (yang dingin) menuju utara (yang lebih panas) melewati gurun Australia yang kering. Akibatnya, setiap bulan Mei, di Indonesia terjadi musim kemarau. Kalau perhitungannya tidak tepat, peramalan musim juga keliru. Misalnya, pada bulan mei, tidak selalu juga terjadi kemarau.
    Hasil perhitungan Al-Battani di atas mendekati perhitungan menggunakan peralatan canggih yang digunakan para ilmuwan di abad ini. Sebagai ilmuwan astronomi, Al-Battani banyak menulis buku tentang astronomi dan trigonometri, termasuk sistem perhitungan almanak dan kalenderium seperti yang diulas di atas. Almanak yang diciptakan oleh Al-Battani diakui merupakan sistem perhitungan astronomi yang paling akurat, yang sampai kepada kita sejak abad pertengahan. Pada abad pertengahan, orang-orang Eropa menggunakan sistem ini sampai abad pencerahan.
    Dalam pembukuan Almanak, Al-Battani berkata “Ilmu astronomi merupakan bagian dari ilmu dasar yang sangat bermanfaat. Melalui ilmu astronomi, manusia mengetahui hal-hal penting. Dilihat dari manfaat dan kegunaannya dalam kehidupan manusia, astronomi menjadi ilmu yang sangat penting untuk diketahui”.
     Sebagai ilmuwan astronomi dan trigonometri, termasuk sistem perhitungan almanak dan kalenderium. Almanak yang diciptakan oleh Al-Battani diakui merupakan sistem perhitungan astronomi yang paling akurat. Pada tahun 1899, di kota Roma dicetak sebuah buku berjudul Az-Zaujush Shabi li Batani (Almanak versi Al-Battani) yang disunting oleh Carlo Nallino dari manuskrip yang disimpan di perpustakaan Oskorial, Spanyol. Karya lain Al-Battani yang terkenal adalah Syarh al-Makalat al-Arba’I li Batlamius. Karya ini berisi uraian dan komentar tajam terhadap pemikiran Ptolemy yang tertuang dalam “Tetrabilon” nya.
    Al Battani juga menentukan kemiringan ekliptik, panjangnya musim dan orbit matahari. Ia bahkan berhasil menemukan orbit bulan dan planet serta menetapkan teori baru dalam menentukan kemunculan bulan baru.
    Al-Battani mengubah Teori Ptolemy, serta meralat perhitungan orbit bulan dan beberapa planet. Dan dia membuktikan bahwa orbit benda langit berbentuk elips, dan membuktikan perubahan posisi matahari menjadi penyebab perubahan musim.
     Ilmuwan Eropa, Dunthorne (1749 M), memanfaatkan penemuan Al-Battani tentang orbit elips dari benda langit untuk menentukan gerak akselerasi bulan.
     Sementara penemuan Al-Battani dibidang trigonometri, termasuk konsep sinus, kosinus, tangen, dan kotangen, masih digunakan hingga saat ini.
     Karya-karyanya di bidang astronomi sangat berpengaruh di Eropa hingga masa Renaisance. Salah satu bukunya yang paling terkenal, Kitab 'al-Zij' diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan judul 'De Motu Stellarum'. Kitab inilah yang membuat Copernicus dalam bukunya 'De Revolutuionibus Orbium Clestium', mengungkapkan rasa hutang budinya kepada al-Battani.
      Pada penghujung abad ke-9, al-Battani hijrah ke Samara, dan bekerja disana hingga ia meninggal dunia pada 929M. Al-Battani meninggal dunia dalam perjalanan dari Raqqa ke Baghdad. Perjalanan ini dilakukan sebagai bentuk protes karena beliau dikenakan pajak yang berlebih. Al-Battani memang mencapai Baghdad untuk menyampaikan keluhannya kepada pihak pemerintah. Namun, beliau menghembuskan nafas terakhirnya ketika dalam perjalanan pulang dari Baghdad ke Raqqa.
       Sejak tahun 877 sampai 929M, al-Battani telah membuat banyak kajian dan pelajaran dalam bidang astronomi sampai berhasil menemukan berbagai karya ilmiah.

Sekilas tentang Kitab Zij al-Battani

    Al-Battani berpendapat bahwa ilmu falak merupakan ilmu penting, sebagaimana al-Battani telah melakukan berbagai pengamatan seperti penetapan beliau tentang pergerakan bintang-bintang pada masanya. Al-Battani juga telah menentukan nilai deklinasi bintang-bintang dan membuat pembenaran tentang panjang musim.
     Buku al-Battani tentang astronomi yang paling terkenal adalah Kitab al-Zij. Menurut Doktor Abdul Halim bahwa kitab Zij ash-Shabi’ merupakan hasil karya teragung dari al-Battani yang berisi tentang hasil-hasil perhitungan dan tabel-tabel falak, gerakan bintang pada orbitnya, serta dapat juga untuk menghitung bulan, hari dan tanggal. Dalam Zij ash-Shabi’ ini juga dapat diketahui tentang titik terjauh bintang (الأوج) dan titik terdekat (الحضيض) dari bumi. Berdasarkan hasil pengamatan al-Battani bahwa titik terjauh antara bumi dan matahari bertambah 16º 47′.
      Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari Tivoli. Terjemahan tertua dari karyanya itu masih ada di Vatikan. Terjemahan buku tersebut tidak hanya dalam bahasa latin tetapi juga bahasa lainnya.
      Terjemahan ini keluar pada tahun 1116 sedangkan edisi cetaknya beredar pada tahun  1537 dan pada tahun 1645. Sementara terjemahan karya tersebut ke dalam bahasa Spanyol muncul pada abad ke-13. Pada masa selanjutnya baik terjemahan karya Al Battani dalam bahasa Latin maupun Spanyol tetap bertahan dan digunakan secara luas.Tidak heran bila tulisannya, sangat memberikan pengaruh bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa hingga datangnya masa pencerahan. Dalam Fihrist, yang dikompilasi Ibn an-Nadim pada 988, karya ini merupakan kumpulan Muslim berpengaruh pada abad ke-10, dinyatakan bahwa al-Battani merupakan ahli astronomi yang memberikan gambaran akurat mengenai bulan dan matahari.
      Kitab Zij ash-Shabi’ sejauh ini yang paling penting karyanya. Buku ini berisi 57 bab, dimulai dengan deskripsi pembagian bola langit ke dalam tanda-tanda zodiak dan ke derajat. Latar belakang yang diperlukan alat-alat matematika ini kemudian diperkenalkan (seperti operasi hitung pada pecahan sexagesimal dan fungsi trigonometri). Bab 49 melalui 55 masalah astrologi, sedangkan bab 56 membahas pembangunan sebuah jam matahari. Bab terakhir membahas pembangunan sejumlah instrumen astronomi.
      Pencapaian utama dari Zij ash-Shabi’, beliau berhasil dengan  489 katalog  bintang. Al-Battani menyempurnakan nilai-nilai yang ada untuk panjang tahun yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 24 detik, dan dari musim.
       Sedikit memaparkan muqaddimah dari kitab ini, bahwa pada awal kitab ini disebutkan tentang pembagian musim yang ada di bumi ada empat yaitu, musim gugur, musim semi, musim panas dan musim dingin. Pembagian rasi bintang ada 12 yaitu rasi Haml, rasi Tsaur, rasi Jauza’, rasi Sarathan, rasi Asad, rasi Sunbulah, rasi Mizan, rasi ‘Aqrab, rasi Qaus, rasi Jadyu, rasi Dalwu dan rasi Hut, dimana setiap rasi bernilai 30º. Setiap 1º bernilai 60 menit, setiap satu menit bernilai 60 detik.
      Dalam kitab ini menggunakan istilah-istilah seperti derajat, daqiqah, tsawani, tsawalis, rawabi’ dan seterusnya. Pada awal kitab ini juga diperkenalkan tentang perkalian yaitu mengalikan anatara satu unsur dengan unsur yang lainnya. Jika dalam perkalian busur, maka ketika derajat dikali derajat hasilnya derajat, daqiqah dikalikan dengan daqiqah hasilnya tsawani, daqiqah dikalikan dengan tsawani hasilnya tsawalis, tsawani dikalikan tsawani hasilnya rawabi’, tsawani dikalikan tsawalis hasilnya khowamis begitu seterusnya.
Wuri Kurnia U, mahasiswi prodi Bahasa dan Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Abu Abdullah Al-Battani, Astronom Penemu Hitungan Hari Dalam setahun

0 komentar:

Posting Komentar